Sabtu, 26 Oktober 2013

Ragam bahasa Pramuwisata



Penggunaan bahasa selalu disesuaikan dengan situasi pembicaraan. Situasi yang dimaksud adalah situasi resmi-formal dan situasi tidak resmi nonformal.
Bahasa yang digunakan oleh seorang pemandu wisatawan, dalam kegiatan memandu wisatawan, dengan maksud menjelaskan kekhasan suatu objek wisata demi meyakinkan dan memuaskan rasa ingin tahu wisatawan, pastilah berbeda  dengan ragam bahasa yang digunakannya dalam situasi lain.
Dalam kegiatan memandu wisatawan, seorang pemandu atau prawisata akan menggunakan bahasa Indonesia lisan ragam semiresmi  atau bisa juga ragam bahasa santai sesuai dengan situasinya yang santai atau nonformal. Hal ini sejalan dengan pendapat Nababan (1984:149) yang menjelaskan bahwa dalam situasi bahasa nonformal yaitu situasi penggunaan bahasa dalam perbincangan antara teman, ketika rekreasi, ketika olah raga, dsb. digunakan bahasa semiresmi.Bahasa tutur atau lisan digunakan para pemandu wisatawan dalam fungsinya untuk: mengisahkan, menjelaskan, meyakinkan, menginformasikan dan mendeskripsikan suatu objek atau atraksi wisata kepada para wisatawan. Pemilihan bahasa oleh pembicara dipengaruhi oleh banyak faktor yaitu situasi, partisipan, isi pembicaraan, dan fungsi serta tujuan interaksi (Rusyana,1989:34). Situasi pembicaraan atau situasi penggunaan bahasa merupakan salah satu faktor dominan yang mempengaruhi seseorang memilih ragam bahasa yang digunakannya. Situasi berbahasa secara umum dapat dibedakan menjadi situasi resmi dan tidak resmi.
Penggunaan bahasa dalam kedua situasi itu dengan sendirinya pastilah berbeda. Menurut Badudu (1991:85) untuk mengetahui ragam bahasa apa yang digunakan seseorang, kita dapat mengenalinya dari segi    ;
·         Pilihan kata/diski/leksis
·         Fonologi
·         Morfologi
·         Sintaksis
·         Intonasi
 Sedangkan Nababan (1984:22) menjelaskan bahwa setiap bahasa mempunyai banyak ragam, yang dipakai dalam kea¬daan atau keperluan/tujuan yang berbeda-beda. Ragam- ragam itu menunjukkan perbedaan struktural dalam unsur- unsurnya. Perbedaan struktural itu berbentuk ucapan, intonasi, morfologi, identitas kata-kata, dan sintaksis. Situasi berwisata, guru bertindak sebagai pemandu dan murid sebagai wisatawan, boleh dikatakan resmi dan tidak resmi/santai.
Dikatakan resmi karena kegiatan itu dilakukan dalam suasana dan  kegiatan pembelajaran. Dikatakan  tidak resmi, karena suasananya suasana berwisata, saat orang bersantai.
Read More >>

Ragam bahasa Lisan



Ragam bahasa lisan adalah bahan yang dihasilkan alat ucap (organ of speech) dengan fonem sebagai unsur dasar. Dalam ragam lisan, kita berurusan dengan tata bahasa, kosakata, dan lafal. Dalam ragam bahasa lisan ini, pembicara dapat memanfaatkan tinggi rendah suara atau tekanan, air muka, gerak tangan atau isyarat untuk mengungkapkan ide.
Ciri-ciri ragam bahasa lisan :
1)    Memerlukan kehadiran orang lain ;
2)   Unsur gramatikal tidak dinyatakan secara lengkap;
3)   Terikat ruang dan waktu;
4)   Dipengaruhi oleh tinggi rendahnya suara.
Kelebihan ragam bahasa lisan :
1)      Dapat menatap langsung ekspresi orang sebagai lawan pembicara.


B.       Ragam Bahasa Tulis
Ragam bahasa tulis adalah bahasa yang dihasilkan dengan memanfaatkan tulisan dengan huruf sebagai unsur dasarnya. Dalam ragam tulis, kita berurusan dengan tata cara penulisan (ejaan) di samping aspek tata bahasa dan kosa kata. Dengan kata lain dalam ragam bahasa tulis, kita dituntut adanya kelengkapan unsur tata bahasa seperti bentuk kata ataupun susunan kalimat, ketepatan pilihan kata, kebenaran penggunaan ejaan, dan penggunaan tanda baca dalam mengungkapkan ide.
Ciri-ciri ragam bahasa tulis :
1)    Tidak memerlukan kehadiran orang lain;
2)   Unsur gramatikal dinyatakan secara lengkap;
3)   Tidak terikat ruang dan waktu;
4)   Dipengaruhi oleh tanda baca atau ejaan.
Kekurangan ragam bahasa tulis :
1)    Terjadi kesalahan tanggapan antara pembaca dan penulis.
2)   Kurang jelas penyampaian makna yang dimaksud.
Read More >>

Berwisata bahasa:



Sejak pengalaman pertama makan bersama dengan murid BIPA itu, terbuka kesempatan saya untuk sekali-kali mengajak teman-teman makan siang bersama di Rumah Makan Padang, rumah makan khas Sunda, dan Warteg pinggir jalan.  Bahkan akhirnya disepakati jadwal-kegiatan untuk sekali-kali mengikuti  Bandung city tour dan mengunjungi beberapa objek wisata di kota Bandung. Kegiatan ini saya namai berwisata bahasa dan dilakukan rutin dengan mitra belajar saya..
Pada kesempatan jalan-jalan saya berkesempatan menjelaskan suatu legenda suatu objek, menjawab pertanyaan mereka tentang sesuatu yang dilihatnya, pada saat makan bersama terbuka kesempatan untuk menjelaskan nama-nama dan jenis makanan khas Indonesia, atau saya bertanya-menyuruh mereka menyebutkan nama-nama makanan yang tersaji, pembelajaran pun berlangsung sambil menikmati hidangan-pemandangan. Kegiatan ini terasa ringan dan menyenangkan.
 Acara keliling kota Bandung yang kami kemas, rupanya cukup menyenangkan mintra belajar saya. Buktinya pada pertemuan berikutnya “peserta wisata bahasa” bersemangat menceritakan pengalamannya, membuka-membacakan buku catatan hariannya, menyuruh saya mengoreksinya, dan kadang-kadang memberondong saya dengan menanyakan beberapa kosa kata populer seperti: nggak, kerjaan, diterusin, kiri pir,…. Anda puas beri tahu kawan, Anda kecewa beri tahu kami…..itu apa artinya.
Membawa dan membaca koran merupakan salah satu kegiatan yang selalu kami lakukan dalam berwisata bahasa. Koran menjadi media pembelajaran yang cukup praktis. Saya menyuruh murid-mitrawisata membacanya. Mula-mula saya suruh mereka membaca judul-judul berita-tulisan yang bercetak besar.  Kemudian saya dengarkan mereka bergiliran membaca salah satu artikel atau berita ringan-singkat pilihannya atau cerita humor yang saya pilihkan. Saya beri kesempatan mereka menandai-mencatat kosa kata yang kurang dipahaminya. Saya jelaskan seperlunya, saya suruh mereka menggunakan kata-kata tersebut dalam  kalimat sederhana. Saya beri kesempatan pula beliau-beliau untuk menceritakan kembali isi bacaan secara ringkas. Diskusi pun berlangsung akrab bertolak dari berita surat kabar atau suatu pengalaman yang mereka  temukan selama berada di objek wisata. Pulangnya, sebagai PR (pekerjaan rumah) saya tugasi beliau-beliau itu membaca artikel-berita lainnya dan agar mencatat kosa kata yang dianggapnya sukar dipahami serta tak lupa menuliskan pengalamannya berwisata hari itu. Koran Pikiran Rakyat  (PR) Bandung akhirnya sering menyertai salah seorang murid saya. Tiap bepergian, Mr. T diam-diam menjadikan PR sebagai sahabat sekaligus teman-pengaman dalam perjalanan. Di angkot, di mobilnya, beliau rajin membaca Pikiran Rakyat. Seminggu tiga kali beliau membelinya, sehingga orang lain, penjual koran menganggapnya sebagai pelanggan setia Pikiran Rakyat. “PR-nya Tuan,..” kata si penjual koran, setiap Mr. T melewati kiosnya.
Read More >>

RAGAM BAHASA BERDASARKAN WAKTU PENGGUNAAN



A.      Ragam bahasa Indonesia lama
Ragam bahasa Indonesia lama dipakai sejak zaman Kerajaan Sriwijaya sampai dengan saat dicetuskannya Sumpah Pemuda. Ciri  ragam bahasa Indonesia lama masih dipengaruhi oleh bahasa Melayu . Bahasa Melayu inilah yang akhirnya menjadi bahasa Indonesia. Alasan Bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia :
1)    Bahasa Melayu berfungsi sebagai lingua franca,
2)   Bahasa Melayu sederhana karena tidak mengenal tingkatan bahasa,
3)   Keikhlasan suku daerah lain ,dan
4)   Bahasa Melayu berfungsi sebagai kebudayaan

B.       Ragam Bahasa Indonesia  Baru
Penggunaan ragam bahasa Indonesia baru dimulai sejak dicetuskannya Sumpah Pemuda
Pada 28 oktober 1928 sampai dengan saat ini melalui pertumbuhan dan perkembangan bahasa yang beriringan dengan pertumbuhan dan perkembangan bangsa Indonesia.
Read More >>

Pengertian Ragam Bahasa



Ragam Bahasa adalah variasi bahasa menurut pemakaian, yang berbeda-beda menurut topik yang dibicarakan, menurut hubungan pembicara, kawan bicara, orang yang dibicarakan, serta menurut medium pembicara. Ragam bahasa yang oleh penuturnya dianggap sebagai ragam yang baik , yang biasa digunakan di kalangan terdidik, di dalam karya ilmiah (karangan teknis, perundang-undangan), di dalam suasana resmi, atau di dalam surat menyurat resmi (seperti surat dinas) disebut ragam bahasa baku atau ragam bahasa resmi.

Menurut Dendy Sugono (1999 : 9), bahwa sehubungan dengan pemakaian bahasa Indonesia, timbul dua masalah pokok, yaitu masalah penggunaan bahasa baku dan tak baku. Dalam situasi remi, seperti di sekolah, di kantor, atau di dalam pertemuan resmi digunakan bahasa baku. Sebaliknya dalam situasi tak resmi, seperti di rumah, di taman, di pasar, kita tidak dituntut menggunakan bahasa baku.


     B.  Macam – macam ragam bahasa

Ragam Bahasa Indonesia berdasarkan media

Di dalam bahasa Indonesia disamping dikenal kosa kata baku Indonesia dikenal pula kosa kata bahasa Indonesia ragam baku, yang sering disebut sebagai kosa kata baku bahasa Indonesia baku. Kosa kata baku bahasa Indonesia, memiliki ciri kaidah bahasa Indonesia ragam baku, yang dijadikan tolak ukur yang ditetapkan berdasarkan kesepakatan penutur bahasa Indonesia, bukan otoritas lembaga atau instansi didalam menggunakan bahasa Indonesia ragam baku. Jadi, kosa kata itu digunakan di dalam ragam baku bukan ragam santai atau ragam akrab. Walaupun demikian, tidak menutup kemungkinan digunakannya kosa kata ragam baku di dalam pemakian ragam-ragam yang lain asal tidak mengganggu makna dan rasa bahasa ragam yang bersangkutan.

Suatu ragam bahasa, terutama ragam bahasa jurnalistik dan hukum, tidak menutup kemungkinan untuk menggunakan bentuk kosakata ragam bahasa baku agar dapat menjadi panutan bagi masyarakat pengguna bahasa Indonesia. Perlu diperhatikan ialah kaidah tentang norma yang berlaku yang berkaitan dengan latar belakang pembicaraan (situasi pembicaraan), pelaku bicara, dan topik pembicaraan (Fishman ed., 1968; Spradley, 1980). Ragam bahasa Indonesia berdasarkan media dibagi menjadi dua yaitu :


A.      Ragam bahasa lisan

Adalah ragam bahasa yang diungkapkan melalui media lisan, terkait oleh ruang dan waktu sehingga situasi pengungkapan dapat membantu pemahaman. Ragam bahasa baku lisan didukung oleh situasi pemakaian. Namun, hal itu tidak mengurangi ciri kebakuannya. Walaupun demikian, ketepatan dalam pilihan kata dan bentuk kata serta kelengkapan unsur-unsur  di dalam kelengkapan unsur-unsur di dalam struktur kalimat tidak menjadi ciri kebakuan dalam ragam baku lisan karena situasi dan kondisi pembicaraan menjadi pendukung di dalam memahami makna gagasan yang disampaikan secara lisan. Pembicaraan lisan dalam situasi formal berbeda tuntutan kaidah kebakuannya dengan pembicaraan lisan dalam situasi tidak formal atau santai. Jika ragam bahasa lisan dituliskan, ragam bahasa itu tidak dapat disebut sebagai ragam tulis, tetapi tetap disebut sebagai ragam lisan, hanya saja diwujudkan dalam bentuk tulis. Oleh karena itu, bahasa yang dilihat dari ciri-cirinya tidak menunjukkan ciri-ciri ragam tulis, walaupun direalisasikan dalam bentuk tulis, ragam bahasa serupa itu tidak dapat dikatakan sebagai ragam tulis. Ciri-ciri ragam lisan :

·         Memerlukan orang kedua/teman bicara;

·         Tergantung situasi, kondisi, ruang & waktu;

·         Hanya perlu intonasi serta bahasa tubuh.

·         Berlangsung cepat;

·         Sering dapat berlangsung tanpa alat bantu;

·         Kesalahan dapat langsung dikoreksi;

·         Dapat dibantu dengan gerak tubuh dan mimik wajah serta intonasi.


   


     B. Ragam bahasa tulis

Ragam bahasa tulis adalah bahasa yang dihasilkan dengan memanfaatkan tulisan dengan huruf sebagai unsur dasarnya. Dalam ragam tulis, kita berurusan dengan tata cara penulisan (ejaan) di samping aspek tata bahasa dan kosa kata. Dengan kata lain dalam ragam bahasa tulis, kita dituntut adanya kelengkapan unsur tata bahasa seperti bentuk kata ataupun susunan kalimat, ketepatan pilihan kata, kebenaran penggunaan ejaan, dan penggunaan tanda baca dalam mengungkapkan ide.

Contoh dari ragam bahasa tulis adalah surat, karya ilmiah, surat kabar, dll. Dalam ragam bahsa tulis perlu memperhatikan ejaan bahasa indonesia yang baik dan benar. Terutama dalam pembuatan karya-karya ilmiah.

Ciri Ragam Bahasa Tulis :

·         Tidak memerlukan kehadiran orang lain.

·         Tidak terikat ruang dan waktu.

·         Kosa kata yang digunakan dipilih secara cermat.

·         Pembentukan kata dilakukan secara sempurna.

·         Kalimat dibentuk dengan struktur yang lengkap.

·         Paragraf dikembangkan secara lengkap dan padu.

·         Berlangsung lambat.

·         Memerlukan alat bantu.

 

 

2.      Ragam Bahasa Berdasarkan Penutur

Ragam Bahasa Berdasarkan Daerah (logat/diolek)

Luasnya pemakaian bahasa dapat menimbulkan perbedaan pemakaian bahasa. Bahasa Indonesia yang digunakan oleh orang yang tinggal di Jakarta berbeda dengan bahasa Indonesia yang digunakan di Jawa Tengah, Bali, Jayapura, dan Tapanuli. Masing-masing memiliki ciri khas yang berbeda-beda.


b.      Ragam Bahasa berdasarkan Pendidikan Penutur

Bahasa Indonesia yang digunakan oleh kelompok penutur yang berpendidikan berbeda dengan yang tidak berpendidikan, terutama dalam pelafalan kata yang berasal dari bahasa asing, misalnya fitnah, kompleks,vitamin, video, film, fakultas. Penutur yang tidak berpendidikan mungkin akan mengucapkan pitnah, komplek, pitamin, pideo, pilm, pakultas. Perbedaan ini juga terjadi dalam bidang tata bahasa, misalnya mbawa seharusnya membawa, nyari seharusnya mencari. Selain itu bentuk kata dalam kalimat pun sering menanggalkan awalan yang seharusnya dipakai.

 

c.       Ragam bahasa berdasarkan sikap penutur

Ragam bahasa dipengaruhi juga oleh setiap penutur terhadap kawan bicara (jika lisan) atau sikap penulis terhadap pembawa (jika dituliskan) sikap itu antara lain resmi, akrab, dan santai. Kedudukan kawan bicara atau pembaca terhadap penutur atau penulis juga mempengaruhi sikap tersebut.

Makin formal jarak penutur dan kawan bicara akan makin resmi dan makin tinggi tingkat kebakuan bahasa yang digunakan. Sebaliknya, makin rendah tingkat keformalannya, makin rendah pula tingkat kebakuan bahasa yang digunakan.

Bahasa baku dipakai dalam :

·         Pembicaraan di muka umum, misalnya pidato kenegaraan, seminar, rapat dinas memberikan kuliah/pelajaran.

·         Pembicaraan dengan orang yang dihormati, misalnya dengan atasan, dengan guru/dosen, dengan pejabat.

·         Komunikasi resmi, misalnya surat dinas, surat lamaran pekerjaan, undang-undang.

·         Wacana teknis, misalnya laporan penelitian, makalah, tesis, disertasi.

 

 

Implikasi penelitian sederhana ini terutama bagi pen­gembangan materi pembelajaran bahasa Indonesia untuk penutur asing (BIPA) pada kelas kursus khususnya diarahkan pada keterampilan berbahasa aktif, yakni berbicara dalam konteks nyata dan menggoda: salah satu diantaranya menciptakan dialog  pertemuan dalam suasan berwisata. Dialog pemandu (guru) dengan wisatawan (peserta) akan tercipta dengan menyenangkan.
Keterampilan berbicara hanya mungkin dikuasai apabila porsi latihan cukup intensif. Konsekuensi logis dari pendekatan bahwa berbahasa adalah kegiatan berkomu­nikasi secara langsung maka berbagai pengetahuan dan keterampilan komunikasi harus tercermin pada proses pembelajaran BIPA. Bila tidak, maka pembelajaran bahasa akan terjerumus pada kebiasaan lama yaitu mengajarkan teori-teori atau pengetahuan bahasa dan bukan praktik berbahasa.
Implikasi dari pendekatan bahwa berbahasa adalah berkomunikasi dan berkomunikasi adalah aplikasi berbaha­sa maka pendekatan komunikatif dalam pembelajaran bahasa perlu mendapat perhatian para pengajar bahasa, baik para pengajar bahasa Indonesia untu orang asing, maupun para pengajar bahasa asing untuk orang Indonesia.

Apabila pendekatan komunikatif yang dipilih sekali­gus sebagai landasan atau pegangan guru dalam mengajar­kan berbahasa maka kesenjangan atara teori dan keterampilan berbahasa tidak akan terlalu lebar. Lebih dari itu, pembelajaran bahasa akan menarik minat para peserta (profesional, siswa, dan mahasiswa) dalam setiap pertemuannya, karena mereka merasa perlu akan pemanfatan bahasa secara langsung. Berbahasa bukanlah penghapalan teori bahasa semata tetapi bagaimana bahasa itu digunakan dalam kenyataan dan situasi kontak sosial penggunaan bahasa yang sebe­narnya, misalnya dalam pertemuan pemandu (guru)  memandu wisatawan (peserta).
Ini perlu dan bagus untuk memberi keleluasaan kepada guru dalam menge­mas materi pelajaran dan sekaligus improvisasi pembelajarannya.
Semoga bermanfaat bagi siapa saja yang berkeinginan untuk memanfaatkan dan mengembangkannya lebih lanjut.
























Read More >>

Pengertian Diksi


Pengertian Diksi

            Seseorang yang menguasai banyak kosa kata dapat menyampaikan gagasannya dengan baik. Namun, akan lebih baik jika dalam mengungkapkan gagasannya, ia dapat memilih  atau menempatkan kata secara tepat dan sesuai.Pilihan kata (diksi) pada dasarnya adalah hasil dari upaya memilih kata tertentu untuk dipakai dalam kalimat, alinea, atau wacana. Pemilihan kata akan dapat dilakukan bila tersedia sejumlah kata yang artinya hampir sama atau bermiripan. Ketepatan pilihan kata mempersoalkan kesanggupan sebuah kata yang dapat menimbulkan gagasan-gagasan yang tepat pada imajinasi pembaca atau pendengar. Untuk itu, agar gagasan-gagasan tersebut dapat dengan tepat ada pada majinasi pembaca atau pendengar, ketersediaan kata yang dimiliki oleh seorang penulis mutlak diperlukan yaitu berupa perbendaharaan kata yang memadai, seakan-akan ia memiliki daftar kata. Persoalan ketepatan pilihan kata dari daftar kata itu akan menyangkut pula masalahmakna kata dan kosa kata seseorang, sehingga dari daftar kata itu dipilih satu kata yang paling tepat untuk mengungkapkan suatu pengertian. Tanpa menguasai sediaan kata yang cukup banyak, tidak mungkin seseorang dapat melakukan pemilihan atau seleksi kata.
            Pemilihan kata bukanlah sekadar kegiatan memilih kata yang tepat, melainkan juga memilih kata yang cocok. Cocok dalam hal ini berarti sesuai dengan konteks di mana kata itu berada, dan maknanya tidak bertentangan dengan nilai rasa masyarakat pemakainya. Untuk itu, dalam memilih kata diperlukan analisis dan pertimbangan tertentu. Hal-hal yang perlu diperhatikan berkenaan dengan pilihan kata adalah di antaranya penulis/pengarang mampu membedakan secara cermat denotasi dan konotasi kata, mampu mengetahui kata kerja yang menggunakan kata depan yang harus digunakan secara idiomatis, mampu membedakan kata-kata yang mirip ejaannya, menghindari kata-kata ciptaan sendiri, waspada terhadap penggunaan kata asing, dan mampu membedakan dengan cermat kata-kata yang hampir bersinonim. Kata-kata yang bersinonim tidak selalu memiliki distribusi yang saling melengkapi. Oleh karena itu, penulis atau pembicara harus berhati-hati memilih kata dari sekian sinonim yang ada untuk menyampaikan apa yang diinginkannya, sehingga tidak timbul interpretasi yang berlainan, sebagai contoh, kata mati bersinonim dengan mampus,meninggal, wafat, mangkat, tewas, gugur, berpulang, kembali ke haribaan Tuhan. Akan tetapi, kata-kata tersebut tidak dapat bebas digunakan. Mengapa? Ada nilai rasa dan nuansa makna yang membedakannya. Kita tidak dapat mengatakan Kucing kesayanganku wafat tadi malam. Sebaliknya, kurang tepat pula jika kita mengatakanMenteri Fulan mati tadi malam. Itulah contoh hasil analisis dan pertimbangan tertentu. Jadi, ketepatan makna kata menuntut pula kesadaran penulis atau pembicara untuk mengetahui bagaimana hubungan antara bentuk bahasa (kata) dengan referensinya. Demikian pula masalah makna kata yang tepat meminta pula perhatian penulis atau pembicara untuk tetap mengikuti perkembangan makna kata dari waktu ke waktu.

Dari uraian di atas ada tiga hal yang dapat kita simpulkan, yaitu :
·         kemampuan memilih kata hanya dimungkinkan bila seseorang menguasai banyak kosa kata.
·         pilihan kata mengandung pengertian upaya atau kemampuan membedakan secara tepat kata-kata yang memiliki nuansa makna yang bersinonim.
·         pilihan kata menyangkut kemampuan untuk memilih kata yang tepat dan cocok untuk situasi atau konteks tertentu.
Dengan demikian bahwa pilihan kata sebenarnya berhubungan dengan tutur dan tata tulis untuk mewadahi pikiran. Untuk memilih kata dengan tepat, diperlukan penguasaan kosa kata yang memadai. Kata yang dipilih harus dapat memberi ketepatan makna karena pada masyarakat tertentu sebuah kata sering mempunyai makna yang baik , dan pada masyarakat lain memberikan makna yang kurang baik. Penggunaan kata harus sesuai dengan norma kebahasaan masyarakat. Agar tidak salah, gunakanlah kamus sebagai pedoman dalam pemilihan kata. Karena dengan menggunakan kamus, kata-kata yang disajikan tidak hanya sebatas kata, tetapi juga beserta contoh kalimatnya, sehingga kita bisa melihat dengan tepat konteks kata tersebut.
Jadi, yang dimaksud dengan pilihan kata / DIKSI adalah kesanggupan sebuah kata untuk menimbulkan gagasan-gagasan yang tepat pada imajinasi pembaca atau pendengar, seperti apa yang dipikirkan atau dirasakan oleh penulis atau pembicara. Agar maksud dan tujuan pilihan kata dapat tercapai seperti apa yang telah dituliskan pada definisi tersebut diperlukan semacam indikator bahwa si pendengar atau pembaca dapat memiliki gambaran atau perasaan yang sama layaknya penulis atau pembicara, yaitu :
·         dapat mengomunikasikan gagasan dan sesuai berdasarkan kaidah suatu bahasa, dalam hal ini adalah kaidah bahasa Indonesia.
·         menghasilkan komunikasi puncak (yang paling efektif) tanpa salah penafsiran atau salah makna.
·         menghasilkan respon pembaca atau pendengar sesuai dengan harapan penulis atau pembicara.
·         menghasilkan target komunikasi yang diharapkan.

Untuk itu diperlukan sesuatu yang disebut dengan kesesuaian pilihan kata danketepatan pilihan kata walaupun kedua kata tersebut memiliki arti yang berbeda. Ketepatan pilihan kata berkenaan dengan apakah kata yang digunakan sudah setepat-tepatnya, sehingga tidak menimbulkan anggapan yang lain antara pembicara dan pendengar atau penulis dengan pembaca. Adapun yang berkenaan dengan kesesuain pilihan kata, apakah kata yang digunakan tersebut tidak merusak suasana atau menyinggung perasaan orang yang diajak berbahasa.
Agar seseorang dapat mendayagunakan bahasa secara maksimal diperlukan kesadaran betapa pentingnya menguasai kosakata.

 Penguasaan kosa kata tidak akan perrnah lepas dari kemampuan menggunakan pilihan kata secara tepat. Memilih kata yang tepat untuk dapat menyampaikan gagasan ilmiah menuntut penguasaan, seperti      ;
·         keterampilan yang tinggi terhadap bahasa yang digunakan.
·         wawasan bidang ilmu yang dtulis.
·         konsistensi penggunaan sudut pandang, istilah, baik dalam makna maupun bentuk agar tidak menimbulkan salah penafsiran.
·         syarat ketepatan kata.
·         syarat kesesuaian kata.


 Oleh karena itu, ketepatan pemilihan kata terkait dengan konsep, logika, dan gagasan yang hendak ditulis dalam karangan.
Ketepatan tersebut akan dapat menghasilkan kepastian makna, sedangkan kesesuaian kata menyangkut kecocokan antara kata yang dipakai dengan situasi yang hendak diciptakan, sehingga tidak mengganggu suasana batin, emosi, atau psikis antara penulis dan pembacanya, pembicara dan pendengarnya. Oleh karena itu, untuk menghasilkan karangan berkualitas, penulis harus memperhatikan ketepatan dan kesesuaian kata.  Agar dapat memiliki ketepatan dan kesesuaian kata dalam pemilihan kata, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi.
fungsi komunikasi ragam bahasa pramuwisata dapat dikemukakan bahwa fungsi komunikasi pemanduan  yang dominan adalah memerikan/mendeskripsikan objek yang dilewati dan dikunjungi; argumentasi/meyakinkan peserta tur agar mereka  mencobanya sekali lagi secara bersengaja untuk secara khusus menikmati keindahan/kekhasan objek wisata yang dikunjungi.
Dari aspek komunikasi, ragam bahasa pramuwisata ini mengusung beberapa fungsi, yakni fungsi informatif dan deskriptif. Artinya, sebagian besar pramuwisata menginformasikan berbagai hal yang berkaitan dengan objek: sejarah, kekhasan objek, tokoh di balik nama objek. Selain itu juga diketahui bahwa para pramuwisata umumnya mendeskripsikan objek apa adanya. Misalnya, menjelaskan nama-nama bangunan: toko, hotel, bank, rumah makan, apotek, dan sebagainya yang ada di kiri -kanan jalan. Selain itu, fungsi komuniksi ragam bahasa pramuwisata ini dapat digolongkan pada empat fungsi yakni: fungsi pembuka yang meliputi salam, sapaan, dan perkenalan; fungsi paparan, penyampaian informasi dan fakta; fungsi penyegar suasana; fungsi mengetahui respons/tanggapan orang lain; fungsi mengarahkan/ mengendalikan orang lain; dan fungsi penutup pemanduan yang ditandai dengan ungkapan permohonan maaf dan ucapan selamat berwisata atau selamat menikmati objek wisata berikutnya, serta salam penutup: selamat pagi, selamat siang, atau  selamat sore, disesuaikan dengan waktu berlangsungnya  pemanduan.

Read More >>