Sabtu, 26 Oktober 2013

Pengertian Ragam Bahasa



Ragam Bahasa adalah variasi bahasa menurut pemakaian, yang berbeda-beda menurut topik yang dibicarakan, menurut hubungan pembicara, kawan bicara, orang yang dibicarakan, serta menurut medium pembicara. Ragam bahasa yang oleh penuturnya dianggap sebagai ragam yang baik , yang biasa digunakan di kalangan terdidik, di dalam karya ilmiah (karangan teknis, perundang-undangan), di dalam suasana resmi, atau di dalam surat menyurat resmi (seperti surat dinas) disebut ragam bahasa baku atau ragam bahasa resmi.

Menurut Dendy Sugono (1999 : 9), bahwa sehubungan dengan pemakaian bahasa Indonesia, timbul dua masalah pokok, yaitu masalah penggunaan bahasa baku dan tak baku. Dalam situasi remi, seperti di sekolah, di kantor, atau di dalam pertemuan resmi digunakan bahasa baku. Sebaliknya dalam situasi tak resmi, seperti di rumah, di taman, di pasar, kita tidak dituntut menggunakan bahasa baku.


     B.  Macam – macam ragam bahasa

Ragam Bahasa Indonesia berdasarkan media

Di dalam bahasa Indonesia disamping dikenal kosa kata baku Indonesia dikenal pula kosa kata bahasa Indonesia ragam baku, yang sering disebut sebagai kosa kata baku bahasa Indonesia baku. Kosa kata baku bahasa Indonesia, memiliki ciri kaidah bahasa Indonesia ragam baku, yang dijadikan tolak ukur yang ditetapkan berdasarkan kesepakatan penutur bahasa Indonesia, bukan otoritas lembaga atau instansi didalam menggunakan bahasa Indonesia ragam baku. Jadi, kosa kata itu digunakan di dalam ragam baku bukan ragam santai atau ragam akrab. Walaupun demikian, tidak menutup kemungkinan digunakannya kosa kata ragam baku di dalam pemakian ragam-ragam yang lain asal tidak mengganggu makna dan rasa bahasa ragam yang bersangkutan.

Suatu ragam bahasa, terutama ragam bahasa jurnalistik dan hukum, tidak menutup kemungkinan untuk menggunakan bentuk kosakata ragam bahasa baku agar dapat menjadi panutan bagi masyarakat pengguna bahasa Indonesia. Perlu diperhatikan ialah kaidah tentang norma yang berlaku yang berkaitan dengan latar belakang pembicaraan (situasi pembicaraan), pelaku bicara, dan topik pembicaraan (Fishman ed., 1968; Spradley, 1980). Ragam bahasa Indonesia berdasarkan media dibagi menjadi dua yaitu :


A.      Ragam bahasa lisan

Adalah ragam bahasa yang diungkapkan melalui media lisan, terkait oleh ruang dan waktu sehingga situasi pengungkapan dapat membantu pemahaman. Ragam bahasa baku lisan didukung oleh situasi pemakaian. Namun, hal itu tidak mengurangi ciri kebakuannya. Walaupun demikian, ketepatan dalam pilihan kata dan bentuk kata serta kelengkapan unsur-unsur  di dalam kelengkapan unsur-unsur di dalam struktur kalimat tidak menjadi ciri kebakuan dalam ragam baku lisan karena situasi dan kondisi pembicaraan menjadi pendukung di dalam memahami makna gagasan yang disampaikan secara lisan. Pembicaraan lisan dalam situasi formal berbeda tuntutan kaidah kebakuannya dengan pembicaraan lisan dalam situasi tidak formal atau santai. Jika ragam bahasa lisan dituliskan, ragam bahasa itu tidak dapat disebut sebagai ragam tulis, tetapi tetap disebut sebagai ragam lisan, hanya saja diwujudkan dalam bentuk tulis. Oleh karena itu, bahasa yang dilihat dari ciri-cirinya tidak menunjukkan ciri-ciri ragam tulis, walaupun direalisasikan dalam bentuk tulis, ragam bahasa serupa itu tidak dapat dikatakan sebagai ragam tulis. Ciri-ciri ragam lisan :

·         Memerlukan orang kedua/teman bicara;

·         Tergantung situasi, kondisi, ruang & waktu;

·         Hanya perlu intonasi serta bahasa tubuh.

·         Berlangsung cepat;

·         Sering dapat berlangsung tanpa alat bantu;

·         Kesalahan dapat langsung dikoreksi;

·         Dapat dibantu dengan gerak tubuh dan mimik wajah serta intonasi.


   


     B. Ragam bahasa tulis

Ragam bahasa tulis adalah bahasa yang dihasilkan dengan memanfaatkan tulisan dengan huruf sebagai unsur dasarnya. Dalam ragam tulis, kita berurusan dengan tata cara penulisan (ejaan) di samping aspek tata bahasa dan kosa kata. Dengan kata lain dalam ragam bahasa tulis, kita dituntut adanya kelengkapan unsur tata bahasa seperti bentuk kata ataupun susunan kalimat, ketepatan pilihan kata, kebenaran penggunaan ejaan, dan penggunaan tanda baca dalam mengungkapkan ide.

Contoh dari ragam bahasa tulis adalah surat, karya ilmiah, surat kabar, dll. Dalam ragam bahsa tulis perlu memperhatikan ejaan bahasa indonesia yang baik dan benar. Terutama dalam pembuatan karya-karya ilmiah.

Ciri Ragam Bahasa Tulis :

·         Tidak memerlukan kehadiran orang lain.

·         Tidak terikat ruang dan waktu.

·         Kosa kata yang digunakan dipilih secara cermat.

·         Pembentukan kata dilakukan secara sempurna.

·         Kalimat dibentuk dengan struktur yang lengkap.

·         Paragraf dikembangkan secara lengkap dan padu.

·         Berlangsung lambat.

·         Memerlukan alat bantu.

 

 

2.      Ragam Bahasa Berdasarkan Penutur

Ragam Bahasa Berdasarkan Daerah (logat/diolek)

Luasnya pemakaian bahasa dapat menimbulkan perbedaan pemakaian bahasa. Bahasa Indonesia yang digunakan oleh orang yang tinggal di Jakarta berbeda dengan bahasa Indonesia yang digunakan di Jawa Tengah, Bali, Jayapura, dan Tapanuli. Masing-masing memiliki ciri khas yang berbeda-beda.


b.      Ragam Bahasa berdasarkan Pendidikan Penutur

Bahasa Indonesia yang digunakan oleh kelompok penutur yang berpendidikan berbeda dengan yang tidak berpendidikan, terutama dalam pelafalan kata yang berasal dari bahasa asing, misalnya fitnah, kompleks,vitamin, video, film, fakultas. Penutur yang tidak berpendidikan mungkin akan mengucapkan pitnah, komplek, pitamin, pideo, pilm, pakultas. Perbedaan ini juga terjadi dalam bidang tata bahasa, misalnya mbawa seharusnya membawa, nyari seharusnya mencari. Selain itu bentuk kata dalam kalimat pun sering menanggalkan awalan yang seharusnya dipakai.

 

c.       Ragam bahasa berdasarkan sikap penutur

Ragam bahasa dipengaruhi juga oleh setiap penutur terhadap kawan bicara (jika lisan) atau sikap penulis terhadap pembawa (jika dituliskan) sikap itu antara lain resmi, akrab, dan santai. Kedudukan kawan bicara atau pembaca terhadap penutur atau penulis juga mempengaruhi sikap tersebut.

Makin formal jarak penutur dan kawan bicara akan makin resmi dan makin tinggi tingkat kebakuan bahasa yang digunakan. Sebaliknya, makin rendah tingkat keformalannya, makin rendah pula tingkat kebakuan bahasa yang digunakan.

Bahasa baku dipakai dalam :

·         Pembicaraan di muka umum, misalnya pidato kenegaraan, seminar, rapat dinas memberikan kuliah/pelajaran.

·         Pembicaraan dengan orang yang dihormati, misalnya dengan atasan, dengan guru/dosen, dengan pejabat.

·         Komunikasi resmi, misalnya surat dinas, surat lamaran pekerjaan, undang-undang.

·         Wacana teknis, misalnya laporan penelitian, makalah, tesis, disertasi.

 

 

Implikasi penelitian sederhana ini terutama bagi pen­gembangan materi pembelajaran bahasa Indonesia untuk penutur asing (BIPA) pada kelas kursus khususnya diarahkan pada keterampilan berbahasa aktif, yakni berbicara dalam konteks nyata dan menggoda: salah satu diantaranya menciptakan dialog  pertemuan dalam suasan berwisata. Dialog pemandu (guru) dengan wisatawan (peserta) akan tercipta dengan menyenangkan.
Keterampilan berbicara hanya mungkin dikuasai apabila porsi latihan cukup intensif. Konsekuensi logis dari pendekatan bahwa berbahasa adalah kegiatan berkomu­nikasi secara langsung maka berbagai pengetahuan dan keterampilan komunikasi harus tercermin pada proses pembelajaran BIPA. Bila tidak, maka pembelajaran bahasa akan terjerumus pada kebiasaan lama yaitu mengajarkan teori-teori atau pengetahuan bahasa dan bukan praktik berbahasa.
Implikasi dari pendekatan bahwa berbahasa adalah berkomunikasi dan berkomunikasi adalah aplikasi berbaha­sa maka pendekatan komunikatif dalam pembelajaran bahasa perlu mendapat perhatian para pengajar bahasa, baik para pengajar bahasa Indonesia untu orang asing, maupun para pengajar bahasa asing untuk orang Indonesia.

Apabila pendekatan komunikatif yang dipilih sekali­gus sebagai landasan atau pegangan guru dalam mengajar­kan berbahasa maka kesenjangan atara teori dan keterampilan berbahasa tidak akan terlalu lebar. Lebih dari itu, pembelajaran bahasa akan menarik minat para peserta (profesional, siswa, dan mahasiswa) dalam setiap pertemuannya, karena mereka merasa perlu akan pemanfatan bahasa secara langsung. Berbahasa bukanlah penghapalan teori bahasa semata tetapi bagaimana bahasa itu digunakan dalam kenyataan dan situasi kontak sosial penggunaan bahasa yang sebe­narnya, misalnya dalam pertemuan pemandu (guru)  memandu wisatawan (peserta).
Ini perlu dan bagus untuk memberi keleluasaan kepada guru dalam menge­mas materi pelajaran dan sekaligus improvisasi pembelajarannya.
Semoga bermanfaat bagi siapa saja yang berkeinginan untuk memanfaatkan dan mengembangkannya lebih lanjut.
























Tidak ada komentar:

Posting Komentar