Usaha Mengatasi Kegelisahan
Di dunia ini tidak ada seorang manusia pun yang tidak
merasakan kegelisahan. Kalau kita melihat seluruh makhluk yang hidup di muka
bumi ini akan kita dapati bahwa manusia dengan tabiatnya senantiasa dipengaruhi
oleh kompleksitas ketakutan yang menuntunnya ke ambang kegelisahan.
Orang-orang di
sekeliling kita—bahkan dalam diri kita sendiri—, baik besar, kecil, laki-laki
maupun perempuan, semuanya merasakan ketakutan atau kegelisahan; kegelisahan
merupakan fenomena umum dan ciri khas yang hanya dimiliki manusia. Hal ini
kiranya memerlukan semacam kesadaran dari kita guna memikirkan kiat-kiat untuk
menghindarinya, paling tidak dengan itu kita bisa membayangkan
kejadian-kejadian yang belum terjadi dan bagaimana cara menanggulanginya. Sebab
pada hakikatnya kegelisahan merupakan reaksi natural terhadap faktor-faktor dan
pengaruh-pengaruh internal maupun eksternal.
Tabiat kehidupan
dunia adalah penderitaan, kesedihan dan kesusahan. Kondisi-kondisi yang
meliputi manusia tidak pernah ‘kering’ dari kesedihan atas masalah yang telah
dilalui, atau kegelisahan atas masalah yang sedang menghantui, atau kecemasan
atas masalah yang akan diarungi. Ini sesuai dengan firman Allah SWT:
Setiap orang, sesuai dengan kemampuannya masing-masing,
berupaya mengekspresikan kegelisahannya sebagai akibat dari pengaruh-pengaruh
emosional reaktif yang dikhayalkan akan mengancam kehidupan atau ketenangannya.
Tentu saja kegelisahan yang dialami setiap orang tidaklah
sama, tergantung kepribadian, kebutuhan, keadaan, dan tanggung jawab
masing-masing. Di samping kondisi masa kini serta tingkat keberagamaan mereka.
Di masa lalu,
marabahaya yang ditakutkan berupa kelaparan, penyakit, perbudakan, peperangan
dan bencana-bencana alam yang menggiring manusia kepada kegelisahan. Sementara
saat ini terdapat banyak sekali motif yang menjadi pemicu ketakutan. Secara
garis besar; seiring dengan komplikasi peradaban, cepatnya laju perkembangan teknologi
dan sosial, sulitnya untuk beradaptasi dengan pembentukan budaya yang sangat
mengejutkan, perubahan-perubahan besar yang terjadi pada alam atau
negara-negara atau setiap individu dari kita, perselisihan dalam rumah tangga,
sulitnya mewujudkan keinginan-keinginan pribadi karena godaan-godaan dan
cobaan-cobaan hidup yang semakin kuat, lemahnya nilai-nilai keagamaan pada
sebagian orang—yang mana ini merupakan faktor terpenting dan utama—, lahirnya
banyak ideologi dan konflik, benturan pemikiran dan kebudayaan, bahkan
enggannya sebagian orang untuk menjalankan ajaran-ajaran agama, munculnya
upaya-upaya untuk menjauhkan agama dari kehidupan manusia serta ketidakjelasan
tujuan, seiring dengan itu semua, kegelisahan datang menghimpit banyak orang
sehingga ia menjadi penyakit jiwa yang umum terjadi dan sekaligus menjadi
pemicu bagi timbulnya penyakit-penyakit jiwa lainnya.
Selain itu, bertambahnya tingkat ketergantungan terhadap
dunia berikut materi-materinya telah menjadi ancaman terbesar bagi manusia, yang
mana dia menjadi sasaran ‘empuk’ ketakutan dan kegelisahan.
Kegelisahan dan
ketakutan yang terjadi secara berulang-ulang—seperti ditegaskan oleh banyak
peneliti—akan berakumulasi di dalam diri manusia hingga meluap dan efek-efeknya
dapat dirasakan oleh tubuh. Sebagaimana endapan lumpur yang terus-menerus
mengikuti alur sungai untuk kemudian berakumulasi secara perlahan di dasarnya,
dan ketika kuantitasnya melebihi daya tampung alur sungai tersebut, maka ia
akan merubah alur sungai yang membawanya itu sehingga terjadilah banjir yang
menyebarkan marabahaya dan kerugian.
Kegelisahan Merupakan Penyakit yang Paling Sering Terjadi di
Dunia!!
Kegelisahan merupakan penyakit jiwa yang paling sering
terjadi di masyarakat, bahkan jumlah orang yang rutin melakukan pemeriksaan
jiwa dan saraf, serta mereka yang mengalami problem-problem psikologis—terutama
kegelisahan—terus bertambah. Hal ini ditegaskan oleh penelitian-penelitian yang
dilakukan di Amerika dan Inggris. Badan statistik di Amerika mengungkapkan bahwa
85% orang yang sakit jiwa terkena kegelisahan. Secara umum kegelisahan terjadi
pada anak-anak kecil, atau pada masa-masa puber dan awal-awal menginjak dewasa,
atau pada orang-orang yang sudah lanjut usia, atau juga pada sebagian besar
siswa dan pelajar. Di Inggris, misalnya, ditemukan bahwa jumlah mahasiswa yang
terkena kegelisahan mencapai 9%, dan jumlah mahasiswi mencapai 14%. Sedangkan
di Saudi Arabia, para peneliti menemukan bahwa jumlah orang yang secara rutin
melakukan pemeriksaan kajiwaan karena kegelisahan mencapai 14.8%, ini selain
mereka yang memang enggan mendatangi para psikiater untuk konsultasi. Di antara
mereka bahkan ada yang berusaha menutup-nutupi kegelisahan yang dideritanya
dengan penyakit-penyakit lain yang kadang-kadang kambuh meskipun sudah diobati,
seperti luka pada lambung, usus besar (kolon), sembelit, bertambahnya asam,
serangan jantung, tekanan darah tinggi, asma, TBC paru-paru, radang rongga,
migrain (sakit kepada separuh), deman, nyeri otot, kemandulan, kelainan seksual
dan seterusnya. Banyak orang yang terlihat merintih karena penyakit-penyakit
seperti itu, padahal sebenarnya mereka merintih karena jiwanya yang berduka
atau tidak stabil.
Kegelisahan tidak lain adalah reaksi natural psikologis dan
phisiologis akibat ketegangan saraf dan kondisi-kondisi kritis atau tidak
menyenangkan. Pada masing-masing orang terdapat reaksi yang berbeda dengan yang
lain, tergantung faktor-faktornya, dan itu wajar. Adapun bahwa manusia selalu
merasa gelisah hingga membuatnya mengeluarkan keringat dingin, jantungnya
berdetak sangat kencang, tekanan darahnya naik pada kondisi apa pun; maka ini
sebenarnya sudah melewati batas rasional.
Sebenarnya terdapat
“kegelisahan” yang dibutuhkan untuk menumbuhkan semangat dalam menghadapi
tantangan, untuk menjaga keseimbangan dinamika internal atau untuk meneguhkan
diri, bahkan untuk menggapai ketenangan jiwa—yang merupakan tujuan setiap
manusia—dan untuk meraih kesuksesan dalam mengarungi kehidupan. Inilah yang
disebut dengan “kegelisahan positif” (al-qalq al-îjâbîy); seperti kegelisahan
seorang siswa sebelum ujian sehingga memotivasinya untuk belajar, kegelisahan
seorang ibu akan anaknya yang masih kecil sehingga mendorongnya untuk
menjaganya dari marabahaya, juga kegelisahan seorang muslim dan kekuatirannya
akan tumbuhnya kemalasan beribadah dalam dirinya sehingga mendorongnya untuk
selalu taat, beristighfar dan bertaubat.
Sedangkan
“kegelisahan negatif” (al-qalq as-salabîy) adalah kegelisahan yang
berlebih-lebihan, atau yang melewati batas, yaitu kegelisahan yang berhenti
pada titik merasakan kelemahan, di mana orang yang mengalaminya sama sekali
tidak bisa melakukan perubahan positif atau langkah-langkah konkret untuk
berubah atau mencapai tujuan yang diinginkan, yaitu kegelisahan dalam
‘menanti-nanti’ sesuatu yang tidak jelas atau tidak ada. Tentu saja hal ini
merupakan ancaman bagi eksistensi manusia sebagai kesatuan yang integral.
“Kegelisahan positif”
merupakan dasar kehidupan atau sebagai kesadaran yang dapat menjadi spirit
dalam memecahkan banyak permasalahan, atau sebagai tanda peringatan,
kehati-hatian dan kewaspadaan terhadap bahaya-bahaya atau hal-hal yang datang
secara tiba-tiba dan tak terduga. Ia juga merupakan kekuatan dalam menghadapi
kondisi-kondisi baru dan dapat membantu dalam beradaptasi. Singkatnya, ia
merupakan faktor penting yang dibutuhkan manusia. Sedangkan “kegelisahan
negatif” jelas sangat membahayakan, seperti gula pada darah; ketika ketinggian
kadarnya membahayakan kesehatan manusia.
Seorang muslim
dituntut untuk selalu menjaga keseimbangan dalam hidupnya, sebab dia sedang
hidup dalam suasana yang sarat dengan kesusahan, penderitaan, peperangan,
hal-hal yang tidak terduga dan mengejutkan. “Kegelisahan negatif” akan
mendorong seseorang, melalui hubungan timbal balik dengan lingkungan dan
masyarakatnya, kepada penurunan tingkat produktivitas dan ketidakharmonisan
dengan masyarakatnya tersebut, yang karena itu akan membawa dampak yang tidak
diinginkan bagi kesehatannya; ia merupakan faktor yang dapat meruntuhkan
kepribadian, produktivitas dan keharmonisan interaksi sosial.
Kita memang tidak
mungkin dapat menghentikan terjadinya segala peristiwa. Kesedihan, kegelisahan,
ketakutan dan perasaan-perasaan lainnya tidak bisa dienyahkan dari kehidupan
manusia. Suatu hal yang mungkin bisa kita lakukan adalah merubah bentuk-bentuk
dan pengertian-pengertiannya, kemudian mencernanya dan merubahnya dari yang
semula negatif menjadi positif. Manusialah yang membuat
pengertian-pengertiannya dan dia jualah yang selanjutnya memberikan gambaran
yang dikehendaki.
Buku yang ada di tangan Anda ini—pembaca yang
budiman—merupakan petunjuk teknis dengan gaya bahasa yang ilmiah dan mudah
untuk mengenal lebih jauh tentang kegelisahan dan cara menanggulangi
kegelisahan negatif.
Dalam buku ini Anda
akan mengetahui definisi kegelisahan secara ilmiah, berikut macam-macamnya,
tingkatan-tingkatannya, faktor-faktornya, pengaruh-pengaruhnya terhadap
kesehatan dan sosial, sebagaimana juga membahas tentang cara menghindarinya,
atau sarana-sarana dan langkah-langkah untuk melawan kegelisahan negatif,
disertai fakta-fakta yang menunjukkan keberadaan kegelisahan dalam masyarakat.
Kemudian di akhir pembahasan Anda akan menemukan suplemen tentang cara-cara
menghindari kondisi kegelisahan karena ujian kelulusan bagi para pelajar, juga
tentang rileksasi (pengenduran otot) berikut faedah-faedah, cara dan sarana
untuk melatihnya, yang juga disertai azimat berdasar petunjuk agama.
Tetapi hal yang perlu ditekankan di sini, pembaca budiman,
seharusnya Anda meneguhkan kehendak Anda dengan ditopang oleh keimanan kepada
Allah SWT guna melakukan perubahan yang efektif dan berprilaku positif.
Pengetahuan memang bisa dianggap separuh pengobatan atau langkah penting menuju
kesembuhan, namun ia akan menjadi tidak berarti sama sekali tanpa diikuti oleh
prilaku dan perubahan positif sesuai dengan dasar-dasar prosedur yang legal dan
benar. Pengetahuan dan prilaku adalah dua hal yang saling melengkapi.
Sumber :
Menurut saya, pengorbanan dan
pengabdian ada bentuk dari rasa tanggung jawab, seperti tulisan yang terdapat
diatas ini. Pengabdian adalah perbuatan baik yang berupa pikiran, pendapat
ataupun tenaga, sebagai perwujudan kesetiaan, cinta, kasih sayang, hormat, atau
suatu ikatan, dan semua itu dilakukan dengan ikhlas. Bentuk – bentuk pengabdian
juga ada banyak seperti pengabdian kepada keluarga, pengabdian kepada Tuhan
Yang Maha Esa. pengabdian kepada masyarakat, pengabdian kepada negara, dan
masih banyak lagi.
Jadi dengan melihat pengertian
maupun macam- macam pengabdian atau pengorbanan, memahami arti dan makna
pengabdian dan pengorbanan, diharapkan kita meneladaninya, karena sebenarnya
hakekat pengabdian atau pengorbanan adalah merupakan usaha memikul tanggung
jawab dan melaksanakan kewajiban sebagai manusia.
sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar